Hallo Mom dan
para Busui (Ibu menyusui), pasti ada beberapa dari momy yang ngalamin
payudaranya bengkak & tersumbat saat nyusuin? Ko bisa yah mom? Yuuk kita
saling sharing..
Aku ngalamin
payudara bengkak & tersumbat ini beberapa kali waktu nyusuin. Istilah
medisnya ini disebut Mastitis atau kata orang Sunda mah Ngabagel. Hehehe..
Jujur aja ga enak banget ngalamin ini, kenapa?
Karena yang
dialamin pertama pasti ngerasa payudara nya kerasa nyeri, tiba-tiba ASI yang
tadinya lancar jaya tiba-tiba jadi macet, ga bisa keluar ASI nya, apalagi kalo
ditambah dengan demam, dan anaknya pun rewel jadi ga bisa nyusu, makin-makin
mommy resah gundah gulana. Masih mending kalo yang sakitnya cuma satu payudara,
ini kalo dua-duanya, anakpun ga bisa nyusuin sama sekali, pasti sedih banget
deh.
Pertama kali
sadar penyebabnya kenapa bisa terjadi radang payudara itu karena ASI lagi
melimpah-limpahnya, tapi ga aku tampung di botol ASI buat stok di kulkas.
Karena mikirnya waktu itu belum kerja, jadi ngapain aku nyetok ASI. Anaknya pun
sangat berkecukupan dapet ASI nya. Jadi otomatis ASI nya penuh ga keluarin,
sampe kadang ga sadar ASI nya netes-netes, bahkan bikin basah banjir
baju.huhuu.. Jadi aku selalu pake Breast Pad, karena kalo ASI udah nempel kena
baju, pasti aja bajunya jadi kuning.
Jangan sedih
yah mom kalo masih ada yang berpikiran kalo yang payudaranya kecil ga bisa
ngehasilin ASI nya banyak atau malah berpikiran ga bisa nyusuin. Itu pemikiran
yang SALAH BESAR. Karena ada
beberapa faktor yang bisa mendukung keberhasilan menyusui, bukan hanya dari
ukuran payudara. Justru yang lebih penting salah satu syaratnya adalah puting
mommy harus menonjol keluar. Karena beberapa temen aku yang memiliki ukuran
payudaranya lebih besar gagal bisa menyusui karena mengeluh puting payudaranya
ke dalam, ga menonjol keluar. Tapi bagi mommy yang ngalamin hal itu jangan
langsung bersedih hati juga, karena itu masih bisa diusahakan, Seperti bisa
dengan pijat payudara. Selama momy punya semangat kuat untuk bisa menyusui si
kecil, coba yang terbaik yah mom.
Salah satu
pendukung yang membuat ASI aku keluar banyak saat itu adalah aku selalu
menyusui anak aku setiap 2 jam, termasuk di malam hari juga. Waktu itu anak aku
lebih sering tidurnya dibanding bangunnya, jadi aku selalu membangunkannya
untuk menyusui. Anakpun akan otomatis bangun kalo kita menyodorkan untuk
disusui. Kita jangan menyepelekan anak yang lebih sering tidur atau jarang
bangun untuk minta susu. Salah satu penyebabnya bisa karena anak itu kuning
yang disebabkan oleh bilirubinnya tinggi, bahasa medisnya Ikterik. Salah satu
cirinya Ikterik adalah anak males menyusu. Tersadar waktu kontrol ke bidan,
liat kondisi anaknya agak kuning, sampe ke sklera mata terlihat agak kuning.
Bidannya cuma bilang lebih banyak disusuin aja dan dijemur di jam 7-9 pagi.
Alhamdulillah memang cespleng yah rajin disusuin dan dijemur langsung ga kuning
lagi, tanpa perlu harus di RS untuk foto terapi. Jadi lebih hemat biaya perawatan
di RS juga,hehehehe.
Selain lebih
sering disusuin, aku lebih rajin makan sayuran, terutama yang hijau, dan
konsumsi vitamin daun katuk, Asifit namanya. Sempet ketakutan juga ASI ga
keluar, karena waktu hari pertama memang ga keluar, ga keliatan ada tanda-tanda
ASI netes. Dicobain disusuin ke anaknya juga diem aja ga mau nyusu, ditambah
karena anaknya juga tidur terus. Cuma inget pelajaran dari dosen waktu kuliah
keperawatan maternitas bilang kalo bayi baru lahir wajar masih tahan ga nyusuin
selama 3 hari dikarenakan ASI ibunya belum keluar. Karena pada lambung bayi masih punya cadangan
makanan di lambungnya sisa selama waktu dalam perut dapet makanan dari
plasenta. Jadi selama 3 hari itu, mommy bisa berjuang ngelakuin cara-cara
supaya ASI nya bisa keluar. Contohnya, waktu itu karena bayinya ga mau nyusu,
tidur terus, aku rangsang ASI nya keluar dengan pompa ASI, alhasil yang namanya
kolostrum itu keluar, horaaayyy.. dicoba pertama pake dot dulu kasih ke anaknya
berhasil, lalu dilanjut disusuin langsung akhirnya bayinya pun mau.
Oke, kembali
lagi ke Mastitis, setelah ngalamin itu, akhirnya aku minum paracetamol untuk
demamnya, dan untuk ngelancarin ASInya lagi aku pijet payudara, bisa dibantu
suami yah mom, plus kompres payudaranya gantian dengan kompres hangat dan
dingin. Kalo saran dari temen aku, pake air anget dimasukin ke botol kaca terus
dipake kompres, kayak cara kita buat kompres hangat ngilangin sakit kram perut
saat menstruasi. Terus coba disusuin terus, dirangsang ASI nya mau keluar. Terus
dilakuin sampe yang tersumbatnya jadi lancar lagi.
Pernah kedua
kalinya aku ngalamin hal itu, tapi ga kunjung hilang sumbatannya. Akhirnya
googling juga di internet, salah satu saran yang aku dapet adalah kompres pake
daun kol, dan ajaibnya bisa berhasil mengurangi sumbatannya, lama-lama ASI pun
lancar lagi. Whuaaa, banyak pelajaran yang didapet, kalo misalnya ASI nya udah
penuh dipayudara jangan dibiarkan, harus tetap dikeluarkan, supaya ASI nya ga
jadi sumbatan, yang malah bikin ASI pun malah susah keluar. Terutama kalo
payudara jadi nyeri, ditambah demam, ditambah anak rewel ga bisa disusuin.
Mudah-mudahan jadi pelajaran untuk nanti bisa nyusuin anak kedua.
Buat para momy
yang pengen lebih tau tentang peradangan payudara (Mastitis) boleh simak
penjelasan ini yah mom.
1. Definisi dan Diagnosis
Mastitis merupakan
suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara yang mungkin
disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini dikenal pula istilah
stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi. Apabila ASI
menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau karena
payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan,
akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi,
dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi.
Diagnosis mastitis ditegakkan
berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut:
·
Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC
·
Menggigil
·
Nyeri atau ngilu seluruh tubuh
·
Payudara menjadi kemerahan, tegang,
panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
·
Peningkatan kadar natrium dalam ASI
yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asin
·
Timbul garis-garis merah ke arah
ketiak.
2. Faktor
risiko terjadinya mastitis antara lain:
a. Terdapat
riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
b. Puting
lecet.
Puting
lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari
pengosongan payudara secara sempurna.
c. Frekuensi
menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
Biasanya
mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum sepanjang
malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
d. Pengosongan
payudara yang tidak sempurna
Pelekatan
bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap puting (tidak
termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga
aliran ASI tidak sempurna.
e. Ibu
atau bayi sakit.
f. Frenulum
pendek.
g. Produksi
ASI yang terlalu banyak.
h. Berhenti
menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
i. Penekanan
payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada mobil.
j. Sumbatan
pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan
lain-lain.
k. Penggunaan
krim pada puting.
l. Ibu
stres atau kelelahan.
m. Ibu
malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.
3. Pencegahan
Pencegahan terhadap
kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor risiko di atas.
Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit
melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu
dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 - 4 jam dengan cara memerah
dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan
di leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang
menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan
yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut
efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir
atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah
terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.
Pengosongan yang tidak sempurna atau
tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat dapat menyebabkan ASI terbendung.
Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila teraba benjolan, terasa
nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat, meningkatkan
frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta melakukan
pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.
Pada kasus puting lecet, bayi yang
tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa ASInya kurang, perlu dibantu
untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi dengan suatu
bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke jaringan sebelum
bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan ASI
akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan
mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan
topikal lainnya.
Kelelahan sering menjadi pencetus
terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus selalu menganjurkan ibu
menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya
bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan.
Ibu harus senantiasa memperhatikan
kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang
paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk
tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan keluarganya
untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya
menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas
setelah digunakan.
4. Tata laksana
§ Tata laksana suportif
Tata laksana mastitis
dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang baik merupakan
hal penting dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah
yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering
menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat
nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian
sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah
menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara
sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang
mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis
pola kuman yang sama, demikian pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses
menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi
bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang
terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu
melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa.
Penghentian menyusui dengan segera memicu risiko yang lebih besar terhadap
terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang
dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama proses
menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu melancarkan
aliran ASI.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan
adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi
berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu
dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu
mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat
dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak
kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres
dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas
atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu.
Perawatan di rumah sakit
dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat membantunya di
rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar proses
menyusui terus berlangsung.
§ Penggunaan
obat-obatan
Meskipun ibu menyusui
sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis dianjurkan untuk
mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.
a) Analgesik
Rasa nyeri merupakan
faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam proses
pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis.
Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen.
Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan
peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis
1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu
menyusui yang mengalami mastitis.
b) Antibiotik
Jika gejala mastitis
masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan konservatif
(mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak
terlihat perbaikan gejala dalam 12 - 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat,
antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah
dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral.
Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih
banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral
lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan
peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi
terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat
lebih dianjurkan klindamisin.
Antibiotik diberikan paling sedikit
selama 10 - 14 hari. Biasanya ibu menghentikan antibiotik sebelum waktunya
karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis
berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama
dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina.
Pada penelitian yang dilakukan
Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik disertai dengan pengosongan
payudara pada mastitis mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan
pengosongan payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan
bahwa pemberian Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus gasseri mempercepat
perbaikan kondisi klinik pada kasus mastitis yang sementara mendapat
antibiotik.
Pemantauan
Respon klinik terhadap penatalaksanaan
di atas dibagi atas respon klinik cepat dan respon klinik dramatis. Jika
gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi yang adekuat termasuk
antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut
mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten, adanya
abses atau massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma
duktal atau limfoma non Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua
kali pada tempat yang sama juga menjadi alasan dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya massa tumor, kista
atau galaktokel.
5. Komplikasi
a) Penghentian menyusui dini
Mastitis dapat
menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan untuk
berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan
risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka
konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang
efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat
diperlukan saat ini.
b) Abses
Abses merupakan
komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau
tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang
walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya
abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.
Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang
terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan
aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik.
ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
c) Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang
biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus
benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta
mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan
antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui
d) Infeksi jamur
Komplikasi sekunder
pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans.
Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi
jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar
di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa
gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan
terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung kortison ke puting
dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral
pada saat yang sama.
...
Hallo Mom, saling sharing yaah,
silahkan tinggalkan komentar & saran. Thq mom ^^
REFERENSI
:
Ema Alasiry. _____.
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-penanganan.
Diakses pada tanggal 20 April 2018











