Selasa, 31 Juli 2018

PAYUDARA NYERI AKIBAT ASI TERSUMBAT – MASTITIS ??



Hallo Mom dan para Busui (Ibu menyusui), pasti ada beberapa dari momy yang ngalamin payudaranya bengkak & tersumbat saat nyusuin? Ko bisa yah mom? Yuuk kita saling sharing..

Aku ngalamin payudara bengkak & tersumbat ini beberapa kali waktu nyusuin. Istilah medisnya ini disebut Mastitis atau kata orang Sunda mah Ngabagel. Hehehe.. Jujur aja ga enak banget ngalamin ini, kenapa?

Karena yang dialamin pertama pasti ngerasa payudara nya kerasa nyeri, tiba-tiba ASI yang tadinya lancar jaya tiba-tiba jadi macet, ga bisa keluar ASI nya, apalagi kalo ditambah dengan demam, dan anaknya pun rewel jadi ga bisa nyusu, makin-makin mommy resah gundah gulana. Masih mending kalo yang sakitnya cuma satu payudara, ini kalo dua-duanya, anakpun ga bisa nyusuin sama sekali, pasti sedih banget deh.

Pertama kali sadar penyebabnya kenapa bisa terjadi radang payudara itu karena ASI lagi melimpah-limpahnya, tapi ga aku tampung di botol ASI buat stok di kulkas. Karena mikirnya waktu itu belum kerja, jadi ngapain aku nyetok ASI. Anaknya pun sangat berkecukupan dapet ASI nya. Jadi otomatis ASI nya penuh ga keluarin, sampe kadang ga sadar ASI nya netes-netes, bahkan bikin basah banjir baju.huhuu.. Jadi aku selalu pake Breast Pad, karena kalo ASI udah nempel kena baju, pasti aja bajunya jadi kuning.

Jangan sedih yah mom kalo masih ada yang berpikiran kalo yang payudaranya kecil ga bisa ngehasilin ASI nya banyak atau malah berpikiran ga bisa nyusuin. Itu pemikiran yang SALAH BESAR. Karena ada beberapa faktor yang bisa mendukung keberhasilan menyusui, bukan hanya dari ukuran payudara. Justru yang lebih penting salah satu syaratnya adalah puting mommy harus menonjol keluar. Karena beberapa temen aku yang memiliki ukuran payudaranya lebih besar gagal bisa menyusui karena mengeluh puting payudaranya ke dalam, ga menonjol keluar. Tapi bagi mommy yang ngalamin hal itu jangan langsung bersedih hati juga, karena itu masih bisa diusahakan, Seperti bisa dengan pijat payudara. Selama momy punya semangat kuat untuk bisa menyusui si kecil, coba yang terbaik yah mom.
Salah satu pendukung yang membuat ASI aku keluar banyak saat itu adalah aku selalu menyusui anak aku setiap 2 jam, termasuk di malam hari juga. Waktu itu anak aku lebih sering tidurnya dibanding bangunnya, jadi aku selalu membangunkannya untuk menyusui. Anakpun akan otomatis bangun kalo kita menyodorkan untuk disusui. Kita jangan menyepelekan anak yang lebih sering tidur atau jarang bangun untuk minta susu. Salah satu penyebabnya bisa karena anak itu kuning yang disebabkan oleh bilirubinnya tinggi, bahasa medisnya Ikterik. Salah satu cirinya Ikterik adalah anak males menyusu. Tersadar waktu kontrol ke bidan, liat kondisi anaknya agak kuning, sampe ke sklera mata terlihat agak kuning. Bidannya cuma bilang lebih banyak disusuin aja dan dijemur di jam 7-9 pagi. Alhamdulillah memang cespleng yah rajin disusuin dan dijemur langsung ga kuning lagi, tanpa perlu harus di RS untuk foto terapi. Jadi lebih hemat biaya perawatan di RS juga,hehehehe.

Selain lebih sering disusuin, aku lebih rajin makan sayuran, terutama yang hijau, dan konsumsi vitamin daun katuk, Asifit namanya. Sempet ketakutan juga ASI ga keluar, karena waktu hari pertama memang ga keluar, ga keliatan ada tanda-tanda ASI netes. Dicobain disusuin ke anaknya juga diem aja ga mau nyusu, ditambah karena anaknya juga tidur terus. Cuma inget pelajaran dari dosen waktu kuliah keperawatan maternitas bilang kalo bayi baru lahir wajar masih tahan ga nyusuin selama 3 hari dikarenakan ASI ibunya belum keluar. Karena  pada lambung bayi masih punya cadangan makanan di lambungnya sisa selama waktu dalam perut dapet makanan dari plasenta. Jadi selama 3 hari itu, mommy bisa berjuang ngelakuin cara-cara supaya ASI nya bisa keluar. Contohnya, waktu itu karena bayinya ga mau nyusu, tidur terus, aku rangsang ASI nya keluar dengan pompa ASI, alhasil yang namanya kolostrum itu keluar, horaaayyy.. dicoba pertama pake dot dulu kasih ke anaknya berhasil, lalu dilanjut disusuin langsung akhirnya bayinya pun mau.
Oke, kembali lagi ke Mastitis, setelah ngalamin itu, akhirnya aku minum paracetamol untuk demamnya, dan untuk ngelancarin ASInya lagi aku pijet payudara, bisa dibantu suami yah mom, plus kompres payudaranya gantian dengan kompres hangat dan dingin. Kalo saran dari temen aku, pake air anget dimasukin ke botol kaca terus dipake kompres, kayak cara kita buat kompres hangat ngilangin sakit kram perut saat menstruasi. Terus coba disusuin terus, dirangsang ASI nya mau keluar. Terus dilakuin sampe yang tersumbatnya jadi lancar lagi.

Pernah kedua kalinya aku ngalamin hal itu, tapi ga kunjung hilang sumbatannya. Akhirnya googling juga di internet, salah satu saran yang aku dapet adalah kompres pake daun kol, dan ajaibnya bisa berhasil mengurangi sumbatannya, lama-lama ASI pun lancar lagi. Whuaaa, banyak pelajaran yang didapet, kalo misalnya ASI nya udah penuh dipayudara jangan dibiarkan, harus tetap dikeluarkan, supaya ASI nya ga jadi sumbatan, yang malah bikin ASI pun malah susah keluar. Terutama kalo payudara jadi nyeri, ditambah demam, ditambah anak rewel ga bisa disusuin. Mudah-mudahan jadi pelajaran untuk nanti bisa nyusuin anak kedua.


Buat para momy yang pengen lebih tau tentang peradangan payudara (Mastitis) boleh simak penjelasan ini yah mom.


1.   Definisi dan Diagnosis
Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi. Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau karena payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi.

Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut:
·        Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC
·        Menggigil
·        Nyeri atau ngilu seluruh tubuh
·        Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
·        Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asin
·        Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

2.   Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain:
a.    Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
b.   Puting lecet.
Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
c.    Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
d.   Pengosongan payudara yang tidak sempurna
Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
e.   Ibu atau bayi sakit.
f.    Frenulum pendek.
g.    Produksi ASI yang terlalu banyak.
h.   Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
i.     Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada mobil.
j.    Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan lain-lain.
k.    Penggunaan krim pada puting.
l.     Ibu stres atau kelelahan.
m.  Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.

3.   Pencegahan
Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 - 4 jam dengan cara memerah dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.

Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat, meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.

Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal lainnya.

Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan.

Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan.

4.   Tata laksana
§  Tata laksana suportif
Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.

Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu.

Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung.

§  Penggunaan obat-obatan
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.

a)   Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.

b)   Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 - 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan klindamisin.

Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 - 14 hari. Biasanya ibu menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina.

Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik disertai dengan pengosongan payudara pada mastitis mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan pengosongan payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan bahwa pemberian Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus gasseri mempercepat perbaikan kondisi klinik pada kasus mastitis yang sementara mendapat antibiotik.

Pemantauan
Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan respon klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi yang adekuat termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten, adanya abses atau massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.

5.   Komplikasi
a)   Penghentian menyusui dini
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini.

b)   Abses
Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.

c)   Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui

d)   Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

...
Hallo Mom, saling sharing yaah, silahkan tinggalkan komentar & saran. Thq mom ^^

REFERENSI :
Ema Alasiry. _____. http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-penanganan. Diakses pada tanggal 20 April 2018

0 komentar:

Posting Komentar